Enable Dark Mode!
Back
Laksamana Raja Di Laut, Bukit Batu

Petikan atas adalah lirik lagu “Laksamana Raja di Laut” yang dinyanyikan oleh Iyeth Bustami. Berawal dari lagu yang sangat populer di seantero negeri ini, banyak orang mengetahui tentang Laksamana Raja di Laut yang ternyata bukan hanya sekadar lagu. Laksamana merupakan gelar sekaligus titah dari Kerajaan Siak untuk menjaga di pesisir pantai Selat Malaka. Datuk Laksamana merupakan pembesar kerajaan Siak yang semula bermukim di Bengkalis, kemudian memindahkan lokasi pemerintahannya ke Bukitbatu. Dalam sejarahnya, Datuk Laksamana merupakan keturunan Bugis, bernama Daeng Tuagik, anak dari Sultan Wajok yang kawin dengan anak Datuk Bandar Bengkalis, Encik Mas (seorang perempuan yang berkuasa di pulau Bengkalis). Daeng Tuagik ketika menikahi Encik Mas telah berjanji untuk tidak memakai gelar bangsawan Bugis bagi keturunannya. Dari perkawinannya ia mendapat seorang anak yang bernama Datuk Bandar Jamal (1720-1767) yang kelak menggantikan ibunya sebagai penguasa Bengkalis. Konon Datuk/Encik Ibrahim disebut-sebut Datuk Laksamana Raja di Laut I yang berkuasa pada tahun 1767 M-1807 M. Ada empat datuk yang memerintah di Bukitbatu. Tiga penerusnya adalah Datuk Khamis, Datuk Abdullah Shaleh dan Datuk Ali Akbar (1908-1928). Mereka digelari Datuk Laksamana II sampai IV. Rumah Datuk Laksamana Dilaut IV, Laksamana Ali Akbar terletak di Desa Sukajadi, sekira 35 kilometer dari Kota Sungai Pakning, Bengkalis - Riau. Rumah peninggalan laksamana seperti rumah adat/rumah tradisi di Riau. Berbentuk panggung dengan motif-motif Melayu di beberapa ornamen bangunannya. Banyak kisah-kisah mistis yang diungkapkan oleh warga setempat, terutama harimau jadi-jadian, buaya penunggu dan lain-lain. Ini terkait sumpah selama 100 tahun yang keramat. Nilai mistisnya menjadi penarik sekaligus faktor hambat bagi sebagian orang yang penasaran dengan Makam Laksamana Raja di Laut. Tidak jauh dari rumah Laksamana Raja di Laut, akan terlihat dua makam datuk penguasa laut. Yakni Laksamana III dan Laksamana IV. Kedua Makam ini terletak di belakang Mesjid Jami’ Al Haq. Mesjid tua peningggalan para laksamana dulunya.

Rumah Datuk Laksamana Raja Dilaut

jika mendengar bukit batu kita akan langsung teringat dengan lagu yang dilantunkan oleh penyanyi terkenal iyet bustami yaitu lagu laksamana raja di laut. ya lagu ini mengisahkan tentang laksamana raja di laut, dengan adanya lagu ini menandakan kisah laksamana raja di laut sudah tenar di nasional. tapi orang-orang masih banyak yang belum tahu dimana letak bukit batu itu, apa saja obyek wisatanya dan bagaimana cara berkunjung di sana. sebagai anak daerah tempatan saya merasa wajib untuk mengenalkan kepada kalian semua keindahan daerah bukit batu. sebelum itu kita harus tau dulu siapa itu datuk laksamana, dan bagaimana ia bisa bergelar laksamana raja dilaut. Konon ceritanya, Datuk Laksamana Raja Di Laut menjadi lagenda seorang penguasa laut yang terkenal. Kabarnya ditanganyalah segala bentuk kejahatan laut takluk padanya. Seperti banyaknya lanun, yang merompak hasil bumi dan perdagangan di laut. Begitu juga dengan penyerangan-penyerangan dari negeri luar. Datuk Laksamana merupakan pembesar kerajaan Siak yang semula bermukim di Bengkalis, kemudian memindahkan lokasi pemerintahannya ke Bukit Batu. Dalam sejarahnya, Datuk Laksamana merupakan keturunan Bugis, dimana Daeng Tuagik, anak dari Sultan Wajok yang kawin dengan anak Datuk Bandar Bengkalis, Encik Mas (seorang perempuan yang berkuasa di pulau Bengkalis). Daeng Tuagik ketika menikahi Encik Mas telah berjanji untuk tidak memakai gelar Bangsawan Bugis bagi keturunannya. Dari perkawinannya ia mendapat seorang anak yang bernama Datuk Bandar Jamal (1720-1767) yang kelak menggantikan ibunya sebagai penguasa Bengkalis. Konon Datuk/Encik Ibrahim disebut-sebut Datuk Laksamana Raja Di Laut I yang berkuasa pada tahun 1767 M-1807 M. Ada empat datuk yang memerintah di Bukit Batu, tiga penerusnya adalah Datuk Khamis, Datuk Abdullah Shaleh dan Datuk Ali Akbar (1908-1928). Mereka digelari Datuk Laksamana II sampai IV. Rumah Datuk Laksamana Dilaut IV, Laksamana Ali Akbar terletak Di Desa Sukajadi, sekitar 35 kilometer dari Kota Sungai Pakning, Bengkalis - Riau. Rumah peninggalan Laksamana seperti rumah adat/ rumah tradisi di Riau. Berbentuk panggung dengan motif-motif melayu dibeberapa ornamen bangunannya. Salah satu budaya rakyat Bukit Batu adalah kerajinan tenun Songket yang menjadi ciri khas kerajaan Siak tempo dulu. Kerajinan tenun Songket traditional asli berasal dari Kecamatan Bukit Batu (dekat desa Bukit Batu). kawasan Bukit Batu berpotensi untuk dikembangkan sebagai Desa Wisata, terlebih setelah terpilihnya Hutan Giam Siak Kecil – Bukit Batu (GBK-BB) sebagai salah satu dari 7 Cagar Biosfer Indonesia pada tahun Mei 2009 ini oleh lembaga dunia UNESCO. Dengan kucuran dana sekitar Rp 300 miliar, hutan rawa gambut Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektare dan Suaka Margasatwa Bukit Batu seluas 21.500 hektare merupakan bagian dari “eco-region” hutan Sumatera yang memiliki 159 jenis burung, 10 jenis mamalia, 13 jenis ikan, 8 jenis reptil berikut 52 jenis tumbuhan langka dan dilindungi. pohon meranti di hutan bukit batu sebagai tempat sarang burung punai yang khas. Source : https://camatbukitbatu.bengkaliskab.go.id/web/statis/sejarah/1

Huis van Bewaring in Nederlandsch Indie te Bengkalis (Rumah Tahanan/Jeil Pemerintah Hindia Belanda d

Rumah Tahanan Pemerintah Hindia Belanda di Bengkalis atau Huis van Bewaring in Nederlandsch Indie te Bengkalis (Inventaris Arsip Departement Van Burgerlijke Openbare Werken Seri Grote Bundel 1854 – 1933). Bangunan di atas 1 hektar tanah ini terletak di Jalan Pahlawan, Kelurahan Kota Bengkalis, Kabupaten Bengkalis kini masih tetap kokoh. Ruang tahanan terbagi menjadi 25 ruangan kecil, setiap ruang-tahanan hanya ada jendela kecil yang bersel, gelap karena tidak disertai instalasi listrik sama sekali sejak awal penjajahan Belanda. Jail Belanda ini dibangun pada Tahun 1883 (Develpoment History Prisons (Jeil) Dutcth Remainder at Tegency Bengkalis), pada masa Residen Pertama Hindia Belanda Stoffel Locker de Bruijne .yang dilantik pada 15 Mei 1873 berkedudukan di Bengkalis sebagai Ibu Kota Residen Pantai Timur Sumatera (Residentie Oostkust van Sumatera) dengan menggunakan jasa arsitek yang berasal dari Portugis. Sejarah mengatakan, Huis Van Bewaring terkenal kejam. Para tahanan tidak hanya disiksa akan tetapi dirantai kedua kakinya, agar para tahanan tidak bisa kabur. Dari situlah sebutan Huis Van Bewaring disebut sebagai Rumah Orang Rantai oleh masyarakat setempat. Pada awal kemerdekaan, Jail Belanda ini sempat difungsikan sebagai Lembaga Pemasayarakatan oleh Pemerintah Republik Indonesia, sebelum dibangun Gedung Lapas Kelas II A di Jalan Pertanian Bengkalis. Salah satu heritage ini sekarang dijadikan telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis sebagai Situs Sejarah dan dijadikan sebagai objek wisata sejarah yang ada di Kabupaten Bengkalis dibawah pengelolaan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Bengkalis dan dijadikan sebagai salah satu Daya Tarik Wisata Jejarah di Kota Bengkalis Bangunan nya masih asli dan masih kokoh.

Perigi Lada Hitam Belanda Di Desa Sungai Alam Bengkalis

Perigi Lada Hitam terletak di Desa Sungai Alam Kecamatan Bengkalis, tepatnya di Dusun Sukaramai, terdapat sebuah kolam besar yang memiliki kisah sejarah dimasa lampau.Meski lebih pantas disebut kolam besar, namun penduduk setempat menyebutnya perigi. Perigi atau kolam dengan luas diperkirakan sekitar 200 meter persegi. Perigi/Kolam besar ini adalah tempat pengolahan lada hitam dan gambir. Pada masa penjajahan dahulu, kawasan Perigi Lada Hitam merupakan kawasan yang dipergunakan oleh Belanda untuk tempat pengolahan rempah-rempah. Setelah penanaman dilakukan mereka mulai membuat semacam semacam tempat pengolahan, yaitu dengan membuat sebuah kolam besar sebagai tempat merendam lada hitam sebelum diolah dan tiga lesung batu (lumpang) besar di sana. Satu masih utuh, sisanya sudah pecah. Masing-masing lesung batu itui itu berdiameter 2 meter. Karena hasilnya kurang memuaskan akhirnya kegiatan itu terhenti dan ditinggalkan. Dalam catatan Jan Simon Gerardus Gramberg (J.S.G. Gramberg) adalah seorang penulis berkebangsaan Belanda, dokter militer, pemilik perkebunan dan petualang yang pernah bertugas di Afrika dan Hindia Belanda yang pernah bertugas di Bengkalis sebagai sekretaris vendumeester Residensi Sumatera Timur dari Desember 1874 hingga Maret 1876, bahwa Belanda pernah mencoba menanam lada hitam (merica) di Bengkalis, yakni di Sungai Alam..Kini perigi lada itu masih ada, namun tidak terawat, yakni di Gang Telaga, Jalan Panglima Minal, Sungai Alam.